Dalam kisah Sejarah Kuningan telah diberitakan bahwa tokoh Syekh
Maulana Arifin, yaitu putra dari Syekh Maulana Akbar, pernah memelihara
peternakan jenis kuda yang selanjutnya berkembang dan terkenal menjadi
KUDA KUNINGAN sekarang ini. Konon jenis/varian kuda kuningan pada abad
XV itu adalah hasil blasteran antara kuda-kuda pilihan saat itu yang
diantaranya didatangkan dari daerah Bima (Sumbawa) sehingga diperoleh
jenis kuda yang kuat, bertenaga besar, tangguh, dan juga lincah/gesit.
Seimbang dengan kelincahan & kegesitannya itu makanya bentuk tubuh
atau perawakan kuda itu memiliki bentuk fisiknya yang ideal yaitu
bertubuh kecil, tetapi tidak terlalu kecil seperti kuda poni. Berukuran
lebih kecil bila dibandingkan dengan induk semangnya dari Bima/Sumbawa
yang “jangkung pangguh”. Pada waktu itu kuda-kuda dari Kuningan ini
digunakan sebagai kuda tunggangan pemiliknya (semacam kendaraan
pribadi), khususnya dimiliki oleh para pejabat kalangan istana/keraton,
dan juga sebagai kuda tunggangan untuk berperang (kuda perang).
Salah satu kuda kuningan yang hebat pernah tercatat dalam sejarah Kuningan diantaranya bernama “Si Windu”. Kuda peliharaan Dipati Ewangga, seorang panglima pasukan dari Kuningan ini, pernah dipakai dalam perjalanan perang Sang Adipati Kuningan untuk bertempur membantu Cirebon menundukkan Galuh, Wiralodra (Indramayu), bahkan ke Sundakalapa menundukkan Portugis. Kegesitan dan kelincahan Si Windu terlihat ketika Sang Adipati Kuningan bertempur dengan Prabu Wiralodra yang menunggang gajah. Dengan ketangguhan dan kegesitan kuda “Si Windu” pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan Sang Adipati Kuningan.
Kisah heroik kuda kuningan dalam peperangan tersebut mencuatkan istilah /jargon pujian yang dikenal dengan “Kecil-kecil Kuda Kuningan”, yang artinya walaupun bertubuh kecil tetapi jangan dianggap enteng, dapat mengalahkan yang besar, karena ketangguhan dan kegesitannya itu. Bahkan jargon itu sekarang dapat diterapkan dalam pengertian luas, misalnya memberi “trade mark” bagi orang Kuningan yang berhasil sukses di perantauan, atau pujian dan sanjungan lainnya yang kiasannya sinonim dengan “kecil-kecil cabe rawit”.
Nama “Windu” yang terkenal itu akhirnya menjadi maskot daerah kuningan saat ini. Gambar kuda dijadikan logo maskot Kab. Kuningan. Itu sebabnya kota Kuningan dikenal pula dengan julukan “kota kuda”. Menurut sumber buku Cirebon (PS Sulendraningrat), ada nama lengkap kuda yang bersejarah ini. Namanya tidak hanya “Windu” tetapi “Winduhaji”. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ada kaitannya antara nama kuda “Windu” atau “Winduhaji” dengan nama Kelurahan Winduhaji yang sekarang eksis sebagai salah satu bentuk tatanan pemerintahan di Kec Kuningan ? Apakah pemberian nama Kelurahan Winduhaji adalah untuk memberikan kenangan sejarah, memberikan penghargaan/jasa terhadap kisah heroik kuda kuningan Si Windu” atau “Si Winduhaji” tersebut? Dan secara tidak sengaja muncul hipotesa: Mengapa orang-orang nomor 1 di Kuningan diantaranya muncul dari daerah-daerah yang bersejarah / berkaitan dengan sejarah di Kuningan, misalnya Luragung, dan kali ini Winduhaji. ????
Salah satu kuda kuningan yang hebat pernah tercatat dalam sejarah Kuningan diantaranya bernama “Si Windu”. Kuda peliharaan Dipati Ewangga, seorang panglima pasukan dari Kuningan ini, pernah dipakai dalam perjalanan perang Sang Adipati Kuningan untuk bertempur membantu Cirebon menundukkan Galuh, Wiralodra (Indramayu), bahkan ke Sundakalapa menundukkan Portugis. Kegesitan dan kelincahan Si Windu terlihat ketika Sang Adipati Kuningan bertempur dengan Prabu Wiralodra yang menunggang gajah. Dengan ketangguhan dan kegesitan kuda “Si Windu” pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan Sang Adipati Kuningan.
Kisah heroik kuda kuningan dalam peperangan tersebut mencuatkan istilah /jargon pujian yang dikenal dengan “Kecil-kecil Kuda Kuningan”, yang artinya walaupun bertubuh kecil tetapi jangan dianggap enteng, dapat mengalahkan yang besar, karena ketangguhan dan kegesitannya itu. Bahkan jargon itu sekarang dapat diterapkan dalam pengertian luas, misalnya memberi “trade mark” bagi orang Kuningan yang berhasil sukses di perantauan, atau pujian dan sanjungan lainnya yang kiasannya sinonim dengan “kecil-kecil cabe rawit”.
Nama “Windu” yang terkenal itu akhirnya menjadi maskot daerah kuningan saat ini. Gambar kuda dijadikan logo maskot Kab. Kuningan. Itu sebabnya kota Kuningan dikenal pula dengan julukan “kota kuda”. Menurut sumber buku Cirebon (PS Sulendraningrat), ada nama lengkap kuda yang bersejarah ini. Namanya tidak hanya “Windu” tetapi “Winduhaji”. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah ada kaitannya antara nama kuda “Windu” atau “Winduhaji” dengan nama Kelurahan Winduhaji yang sekarang eksis sebagai salah satu bentuk tatanan pemerintahan di Kec Kuningan ? Apakah pemberian nama Kelurahan Winduhaji adalah untuk memberikan kenangan sejarah, memberikan penghargaan/jasa terhadap kisah heroik kuda kuningan Si Windu” atau “Si Winduhaji” tersebut? Dan secara tidak sengaja muncul hipotesa: Mengapa orang-orang nomor 1 di Kuningan diantaranya muncul dari daerah-daerah yang bersejarah / berkaitan dengan sejarah di Kuningan, misalnya Luragung, dan kali ini Winduhaji. ????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar